Televisi bukan lagi barang mewah bagi sebagian besar penduduk
di dunia. Hampir seluruh rumah memiliki benda yang satu ini. Beragam stasiun
televisi dengan aneka program siarannya yang disajikan dengan kualitas gambar
dan tata suara yang apik, menjadikan televisi sebagai sumber segala informasi,
berita dan juga hiburan yang dibutuhkan kita semua. Penyelengaraan siaran
televisi nampak lebih kompleks bila dibandingkan dengan siaran radio, namun
esensi isi programnya relatif sama dengan program acara radio perbedaannya
terletak pada audiovisual pada
siaran televisi sedangkan radio bersifat pada auditif.Siaran televisi sendiri memiliki keunggulan yang menyebabkan
masyarakat harus tetap terpaku 4 sampai 6 jam sehari di depan layar kaca dan
bahkan bagi anak-anak yang sering menonton televisi, memberikan dampak malas
belajar. Sementara itu, sebanyak 53,4% mereka mengakui bahwa waktu belajarnya
lebih sedikit dibandingkan dengan lama waktu menonton televisi.
Dengan berkembangnya siaran televisi saat ini, semakin banyak
juga program-program televisi bermunculan dan dapat kita nikmati dengan santai
bersama keluarga, akan tetapi kita harus waspada terhadap program-program
televisi saat ini, terkadang kita tidak sadar bahwa yang kita tonton bersama
keluarga itu adalah yang tidak layak untuk ditonton karena terdapat unsur sara
atau kekerasan.
Banyak sekali program televisi saat ini yang menayangkan
adegan kekerasan, dari program-program faktual, non-faktual laga dan
non-faktual non-laga. Dari adegan yang terdapat di dalam suatu program
terkadang banyak menampilkan adegan-adegan kekerasan dengan cara memukul menggunakan
benda, bertengkar, sampai mengeluarkan kata-kata kasar atau makian.
Tayangan kekerasan saat ini sudah menjadi trend dalam isi
program berita di televisi. Seolah-olah hambar jika program berita tidak
menayangkan kekerasan baik yang sifatnya verbal maupun non verbal. Celakanya,
program-program yang sarat kekerasan, sebagaimana hasil analisis KPI selama
tahun 2009, justru banyak digemari publik. Sehingga dapat mempengaruhi dan
memberikan efek negatif terhadap anak-anak. Terutama program-program yang tayang
pada waktu anak-anak sedang menonton untuk menikmati televisi.
Program acara komedi yang menghasilkan sebuah adegan
kekerasan, seperti program acara Pesbukers di ANTV dan Opera Van Java di TRANS
7 yang sering menayangkan adegan kekarasan memukul dengan streofoam dan
disambung dengan pantun-pantun yang diakhri dengan perkataan yang tidak enak
didengar dan masih banyak lagi program acara komedi yang masih menayangkan
adegan-adegan kekerasan di depan layar kaca. Padahal program televisi komedi
yang bersifat menghibur masyarakat tetapi dikemas dengan adegan-adegan
kekekersan dan improvisasidari talent.
Sehingga program tersebut bisa menjadi lucu dikarenakan dengan
campuran-campuran adegan kekerasan.
Lawakan yang mereka sajikan pun menjadi khas dengan unsur
kekerasan di dalamnya. Aksi pemukulan, saling ejek dan berbagai kekerasan lain
mereka gunakan untuk menciptakan lawakan yang menghibur. Kekerasan yang ada
dalam sebuah lawakan kini dianggap wajar terutama oleh pihak produsen acara.
Para penonton yang menyaksikannya pun merasa senang dan tetap setia menyaksikan
semua ini. Jika kita berkaca pada undang-undang penyiaran, khususnya dalam
pasal 36 UU No 32 / Tahun 2002 Ayat (5) menjelaskan tentang penyiaran dilarang
menonjolkan unsur kekerasan. Akan tetapi, dunia penyiaran televisi masih sering
diwarnai oleh kekerasan.
Seperti dalam tayangan Dahsyat kekerasan verbal memang tidak
ada. Namun, kekerasan nonverbal sudah sangat sering terjadi. Contohnya adalah
pelecehan penghinaan bagi orang yang punya kekurangan fisik. Pada acara
Dahsyat, hari selasa 10 April 2012, saah satu peserta audisi IndonesianIdol yang
berbahasa Ngapak, di sana menjadi bulan-bulanan untuk dijadikan bahan lawakan.
Hal ini membuat bahasa ngapak menjadi bahasa yang bisa dibuat lelucon dan sangat
direndahkan. Memang dari dulu bahasa ini selalu menjadi tertawaan orang untuk
menjadi bahan lawakan.
Seharusnya sebagai bangsa Indonesia dan sebagai bangsa yang
beragam bahasa dan suku, kita saling menghargai setiap ciri khas daerah
dan bukan untuk olokan. Masih banyak lagi contoh lawakan yang berbentuk
kekerasan dan tidak hanya lawakan saja tetapi mayoritas program-program
televisi lebih sering menampilkan adegan kekerasan. Padahal masih banyak cara
lawakan-lawakan yang sehat untuk di produksi dan layak konsumsi oleh
masyarakat.
jika media televisi tidak berhati-hati dalam menayangkan
program-program yang menghasilkan sebuah kekerasaan, akan berdampak negative kepada
seluruhaudiensyangmenerima messagenya. Sementara media
sebenarnya juga memiliki tanggung jawab sosial untuk turut serta menciptakan
harmoni di masyarakat. Di balik sebuah adegan kekerasan yang menghasilkan
sebuah lawakan, dapat memberikan dampak yang negatif untuk semua kalangan.
Misalnya dampak televisi terhadap anak-anak yang ditulis dari bukuMatikan
Tv-mu. Bahwa anak-anak adalah korban pertama bagi masyarakat kaya maupun
masyarakat miskin.
Terlalu banyak menonton siaran televisi akan berakibat pada
kelambanan berbicara, hal ini terjadi karena aktivitas menonton televisi
tidak akan menggugah anak untuk berpikir. Apa yang ditayangkan sudah
lengkap dari audio dan visualnya. Berbeda dengan
siaran radio yang membuat anak selalu berimajinasi, mari kita coba dengan
anak kita sendiri. Coba kita dengarkan suara ayam berkokok di sebuah
siaran radio. Otomatis secara logika mereka akan berpikir dan berimajinasi
bagaimana bentuk ayam itu. Sedangan di televisi bentuk ayam sendiri ditampilkan
secara utuh mulai dari bentuk juga suaranya.
Menonton televisi bagi anak-anak adalah sebuah kegiatan yang
pasif dan dapat merusak sel-sel syaraf. Apalagi, yang ditonton adalah sebuah
program yang tidak pantas untuk umurnya. Contohnya sebuah program komedi yang
menghasilkan sebuah adegan kekerasan pun,film kartun yang mempunyai unsur
kekerasan sudah banyak di tampilkan televisi. Dengan maraknya program televisi
yang seperti itu sangat berbahaya sekali untuk anak-anak. Karena hal serpeti
itu dapat mendorong anak memiliki persepsi yang sama dengan yang ditampilkan di
layar kaca kita.
Sudah banyak hasil penelitian yang menyebutkan, semakin
sering anak mengkonsumsi televisi, semakin sama nilai yang dianutnya dengan
tayangan-tayangan dari televisi. Perilaku anak yang sering menonton adegan
kekerasan di televisi biasanya perilakunya lebih agresif. Memang televisi
tugasnya untuk memberikan informasi dan hiburan terhadap masyarakat luas, akan
tetapi tidak semua program televisi itu layak untuk ditonton oleh anak-anak.
Alangkah baiknya jika orang tua mendampingi anaknya saat menonton, agar tahu
mana yang layak ditonton untuk anaknya.
Begitu juga pengaruh televisi terhadap remaja, walau pola
pikir remaja sudah sedikit berbeda dengan anak-anak. Akan tetapi pola pikir
remaja lebih abstrak dan tingkat rasa ingin tahunya juga masih sangat tinggi.
Remaja saat ini sangat mudah untuk dipengaruhi oleh televisi. Di Indonesia
sendiri, remaja lebih cenderung dipaksa untuk bukan menjadi dirinya sendiri,
melainkan menjadi remaja yang tingkat ketergantungan yang sangat tinggi. Dengan
berkembangnya teknologi di negara kita, lama – lama kelamaan remaja-remaja masa
kini sangat mudah untuk di pengaruhi oleh budaya luar.
Remaja-remaja masa kini tingkat kepribadiannya lebih manja
dan sedikit lebih lentur. tidak ada pengalaman empirik untuk melakukan
kegiatan-kegiatan sosial. Hal ini akan membuat remaja masa kini akan membentuk
pribadi-pribadi yang pasif, sehingga mereka tidak memiliki keberanian untuk
berekspresi, karena media televisi sendiri telah menampilkan
kebutuhan-kebutuhan impulsinya secara virtual. Jika kita berbicara soal dampak
televisi, ada dua macam yaitu dampak negatif dan dampak positif.
Lalu kita kaitkan dengan fungsi media penyiaran yang fungsinya adalah
menyebarkan informasi, hiburan dan mendidik. Idealnya, dampak positif media
penyiaran (televisi) telah mendominasi dari pada dampak buruknya. namun
ternyata tidak.
Program komedi yang menayangkan adegan kekerasan ditayangkan
oleh televisi sangat berbahaya untuk remaja saat ini, Karena remaja saat mereka
menonton, otaknya akan merekam dan dipergunakan untuk bercanda bersama
teman-temannya, baik kekerasan verbal maupun non-verbal. Seperti adegan
pukul-pukulan dan adegan lelucon yang menggukan pantun yang di akhiri kata-kata
yang tidak enak didengar, sangat sering digunakan oleh remaja saat ini. Media
televisi telah memberikan hiburan yang berlebihan, dari kekerasan dapat
menghasilkan sebuah lawakan. Maka dari itu remaja saat ini cenderung mencontoh
lawakan-lawakan yang terdapat di media televisi.
Media di Indonesia sendiri tidak seperti media di luar negeri
yang mempunyai aturan yang sangat kuat. Tayangan-tayangan kejahatan atau
kecelakaan lalu-lintas yang di tampilkan secara sadis dan brutal tidak pernah
ditayangkan di televisi inggris. Hal itu terjadi karena mereka takut dengan
kode etik penyiaran yang ada. Sebaliknya di Indonesia sendiri tayangan-tayangan
seperti itu dengan mudah dapat kita nikmati. Tayangan kekerasan dan sadism pun
seolah menjadi raja bagi jurnalisme televisi. Semakin dekat jarak kamera dengan
obyek, semakin mantap rasanya.
Terkadang pengelola televisi merasa tidak sadar apa yang
dilakukannya kepada masyarakat, demi kepetingan mereka sendiri, Mereka telah
mengabaikan kepentingan pihak lain. Meski Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
telah mengeluarkan regulasi atau aturan tentang penyiaran televisi tapi
terkadang praktisi televisi bisa menantang, bahwa peraturan itu berlaku di
dataran etis. Sebagai aturan etis maka sanksinya adalah moral. Melanggar aturan
etis, ternyata bukan hal yang menakutkan bagi praktisi televisi. karena aspek
moralitas bukanlah faktor yang sangat penting bagi praktisi media di Indonesia.
Seharusnya regulasi yang dibuat oleh negara mengenai
kekerasan jelas dan tidak simpang siur serta memiliki batas-batas kekerasan
yang jelas dalam media massa. Sejauh mana kekerasan dalam media bisa
menyebabkan traumatisme, kekecauan kepribadian, stres, kegelisahan dan rasa
malu. Namun program televisi lawakan yang menghasilkan adegan kekerasan, sangat
di gemari oleh masyarakat Indonesia, seharusnya kita harus lebih teliti untuk
mimilih program mana yang sangat layak untuk ditonton dan kita sebagai
masyarakat Indonesia harus lebih kritis terhadap dunia pertelevisian Indonesia
demi kemajuan pertelevisian di negara kita. Sedangkan pertelevisian Indonesia harus
kembali jalur aman untuk memberikan informasi yang fakta dan hiburan yang
sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar