Senin, 04 Februari 2013

Hubungan Media Televisi dengan Tindakan Kekerasan


Televisi bukan lagi barang mewah bagi sebagian besar penduduk di dunia. Hampir seluruh rumah memiliki benda yang satu ini. Beragam stasiun televisi dengan aneka program siarannya yang disajikan dengan kualitas gambar dan tata suara yang apik, menjadikan televisi sebagai sumber segala informasi, berita dan juga hiburan yang dibutuhkan kita semua. Penyelengaraan siaran televisi nampak lebih kompleks bila dibandingkan dengan siaran radio, namun esensi isi programnya relatif sama dengan program acara radio perbedaannya terletak pada audiovisual pada siaran televisi sedangkan radio bersifat pada auditif.Siaran televisi sendiri memiliki keunggulan yang menyebabkan masyarakat harus tetap terpaku 4 sampai 6 jam sehari di depan layar kaca dan bahkan bagi anak-anak yang sering menonton televisi, memberikan dampak malas belajar. Sementara itu, sebanyak 53,4% mereka mengakui bahwa waktu belajarnya lebih sedikit dibandingkan dengan lama waktu menonton televisi. 

Dengan berkembangnya siaran televisi saat ini, semakin banyak juga program-program televisi bermunculan dan dapat kita nikmati dengan santai bersama keluarga, akan tetapi kita harus waspada terhadap program-program televisi saat ini, terkadang kita tidak sadar bahwa yang kita tonton bersama keluarga itu adalah yang tidak layak untuk ditonton karena terdapat unsur sara atau kekerasan.

Banyak sekali program televisi saat ini yang menayangkan adegan kekerasan, dari program-program faktual, non-faktual laga dan non-faktual non-laga. Dari adegan yang terdapat di dalam suatu program terkadang banyak menampilkan adegan-adegan kekerasan dengan cara memukul menggunakan benda, bertengkar, sampai mengeluarkan kata-kata kasar atau makian.

Tayangan kekerasan saat ini sudah menjadi trend dalam isi program berita di televisi. Seolah-olah hambar jika program berita tidak menayangkan kekerasan baik yang sifatnya verbal maupun non verbal. Celakanya, program-program yang sarat kekerasan, sebagaimana hasil analisis KPI selama tahun 2009, justru banyak digemari publik. Sehingga dapat mempengaruhi dan memberikan efek negatif terhadap anak-anak. Terutama program-program yang tayang pada waktu anak-anak sedang menonton untuk menikmati televisi.

Program acara komedi yang menghasilkan sebuah adegan kekerasan, seperti program acara Pesbukers di ANTV dan Opera Van Java di TRANS 7 yang sering menayangkan adegan kekarasan memukul dengan streofoam dan disambung dengan pantun-pantun yang diakhri dengan perkataan yang tidak enak didengar dan masih banyak lagi program acara komedi yang masih menayangkan adegan-adegan kekerasan di depan layar kaca. Padahal program televisi komedi yang bersifat menghibur masyarakat tetapi dikemas dengan adegan-adegan kekekersan dan improvisasidari talent. Sehingga program tersebut bisa menjadi lucu dikarenakan dengan campuran-campuran adegan kekerasan.

Lawakan yang mereka sajikan pun menjadi khas dengan unsur kekerasan di dalamnya. Aksi pemukulan, saling ejek dan berbagai kekerasan lain mereka gunakan untuk menciptakan lawakan yang menghibur. Kekerasan yang ada dalam sebuah lawakan kini dianggap wajar terutama oleh pihak produsen acara. Para penonton yang menyaksikannya pun merasa senang dan tetap setia menyaksikan semua ini. Jika kita berkaca pada undang-undang penyiaran, khususnya dalam pasal 36 UU No 32 / Tahun 2002 Ayat (5) menjelaskan tentang penyiaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan. Akan tetapi, dunia penyiaran televisi masih sering diwarnai oleh kekerasan.

Seperti dalam tayangan Dahsyat kekerasan verbal memang tidak ada. Namun, kekerasan nonverbal sudah sangat sering terjadi. Contohnya adalah pelecehan penghinaan bagi orang yang punya kekurangan fisik. Pada acara Dahsyat, hari selasa 10 April 2012, saah satu peserta audisi IndonesianIdol yang berbahasa Ngapak, di sana menjadi bulan-bulanan untuk dijadikan bahan lawakan. Hal ini membuat bahasa ngapak menjadi bahasa yang bisa dibuat lelucon dan sangat direndahkan. Memang dari dulu bahasa ini selalu menjadi tertawaan orang untuk menjadi bahan lawakan.
Seharusnya sebagai bangsa Indonesia dan sebagai bangsa yang beragam bahasa dan suku,  kita saling menghargai setiap ciri khas daerah dan bukan untuk olokan. Masih banyak lagi contoh lawakan yang berbentuk kekerasan dan tidak hanya lawakan saja tetapi mayoritas program-program televisi lebih sering menampilkan adegan kekerasan. Padahal masih banyak cara lawakan-lawakan yang sehat untuk di produksi dan layak konsumsi oleh masyarakat.

jika media televisi tidak berhati-hati dalam menayangkan program-program yang menghasilkan sebuah kekerasaan, akan berdampak negative kepada seluruhaudiensyangmenerima messagenyaSementara media sebenarnya juga memiliki tanggung jawab sosial untuk turut serta menciptakan harmoni di masyarakat. Di balik sebuah adegan kekerasan yang menghasilkan sebuah lawakan, dapat memberikan dampak yang negatif untuk semua kalangan. Misalnya dampak televisi terhadap anak-anak yang ditulis dari bukuMatikan Tv-mu. Bahwa anak-anak adalah korban pertama bagi masyarakat kaya maupun masyarakat miskin.
Terlalu banyak menonton siaran televisi akan berakibat pada kelambanan berbicara, hal ini terjadi karena aktivitas menonton televisi tidak  akan menggugah anak untuk berpikir. Apa yang ditayangkan sudah lengkap dari audio dan visualnya. Berbeda dengan siaran  radio yang membuat anak selalu berimajinasi, mari kita coba dengan anak kita sendiri.  Coba kita dengarkan suara ayam berkokok di sebuah siaran radio. Otomatis secara logika mereka akan berpikir dan berimajinasi bagaimana bentuk ayam itu. Sedangan di televisi bentuk ayam sendiri ditampilkan secara utuh mulai dari bentuk juga suaranya.

Menonton televisi bagi anak-anak adalah sebuah kegiatan yang pasif dan dapat merusak sel-sel syaraf. Apalagi, yang ditonton adalah sebuah program yang tidak pantas untuk umurnya. Contohnya sebuah program komedi yang menghasilkan sebuah adegan kekerasan pun,film kartun yang mempunyai unsur kekerasan sudah banyak di tampilkan televisi. Dengan maraknya program televisi yang seperti itu sangat berbahaya sekali untuk anak-anak. Karena hal serpeti itu dapat mendorong anak memiliki persepsi yang sama dengan yang ditampilkan di layar kaca kita.
Sudah banyak hasil penelitian yang menyebutkan, semakin sering anak mengkonsumsi televisi, semakin sama nilai yang dianutnya dengan tayangan-tayangan dari televisi. Perilaku anak yang sering menonton adegan kekerasan di televisi biasanya perilakunya lebih agresif. Memang televisi tugasnya untuk memberikan informasi dan hiburan terhadap masyarakat luas, akan tetapi tidak semua program televisi itu layak untuk ditonton oleh anak-anak. Alangkah baiknya jika orang tua mendampingi anaknya saat menonton, agar tahu mana yang layak ditonton untuk anaknya.

Begitu juga pengaruh televisi terhadap remaja, walau pola pikir remaja sudah sedikit berbeda dengan anak-anak. Akan tetapi pola pikir remaja lebih abstrak dan tingkat rasa ingin tahunya juga masih sangat tinggi. Remaja saat ini sangat mudah untuk dipengaruhi oleh televisi. Di           Indonesia sendiri, remaja lebih cenderung dipaksa untuk bukan menjadi dirinya sendiri, melainkan menjadi remaja yang tingkat ketergantungan yang sangat tinggi. Dengan berkembangnya teknologi di negara kita, lama – lama kelamaan remaja-remaja masa kini sangat mudah untuk di pengaruhi oleh budaya luar.
Remaja-remaja masa kini tingkat kepribadiannya lebih manja dan sedikit lebih lentur. tidak ada pengalaman empirik untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial. Hal ini akan membuat remaja masa kini akan membentuk pribadi-pribadi yang pasif, sehingga mereka tidak memiliki keberanian untuk berekspresi, karena media televisi sendiri telah menampilkan kebutuhan-kebutuhan impulsinya secara virtual. Jika kita berbicara soal dampak televisi, ada  dua macam yaitu  dampak negatif dan dampak positif. Lalu kita  kaitkan dengan fungsi media penyiaran yang fungsinya adalah menyebarkan informasi, hiburan dan mendidik. Idealnya, dampak positif media penyiaran (televisi) telah mendominasi dari pada dampak buruknya. namun ternyata tidak.

Program komedi yang menayangkan adegan kekerasan ditayangkan oleh televisi sangat berbahaya untuk remaja saat ini, Karena remaja saat mereka menonton, otaknya akan merekam dan dipergunakan untuk bercanda bersama teman-temannya, baik kekerasan verbal maupun non-verbal. Seperti adegan pukul-pukulan dan adegan lelucon yang menggukan pantun yang di akhiri kata-kata yang tidak enak didengar, sangat sering digunakan oleh remaja saat ini. Media televisi telah memberikan hiburan yang berlebihan, dari kekerasan dapat menghasilkan sebuah lawakan. Maka dari itu remaja saat ini cenderung mencontoh lawakan-lawakan yang terdapat di media televisi.
Media di Indonesia sendiri tidak seperti media di luar negeri yang mempunyai aturan yang sangat kuat. Tayangan-tayangan kejahatan atau kecelakaan lalu-lintas yang di tampilkan secara sadis dan brutal tidak pernah ditayangkan di televisi inggris. Hal itu terjadi karena mereka takut dengan kode etik penyiaran yang ada. Sebaliknya di Indonesia sendiri tayangan-tayangan seperti itu dengan mudah dapat kita nikmati. Tayangan kekerasan dan sadism pun seolah menjadi raja bagi jurnalisme televisi. Semakin dekat jarak kamera dengan obyek, semakin mantap rasanya.

Terkadang pengelola televisi merasa tidak sadar apa yang dilakukannya kepada masyarakat, demi kepetingan mereka sendiri, Mereka telah mengabaikan kepentingan pihak lain. Meski Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah mengeluarkan regulasi atau aturan tentang penyiaran televisi tapi terkadang praktisi televisi bisa menantang, bahwa peraturan itu berlaku di dataran etis. Sebagai aturan etis maka sanksinya adalah moral. Melanggar aturan etis, ternyata bukan hal yang menakutkan bagi praktisi televisi. karena aspek moralitas bukanlah faktor yang sangat penting bagi praktisi media di Indonesia.
Seharusnya regulasi yang dibuat oleh negara mengenai kekerasan jelas dan tidak simpang siur serta memiliki batas-batas kekerasan yang jelas dalam media massa. Sejauh mana kekerasan dalam media bisa menyebabkan traumatisme, kekecauan kepribadian, stres, kegelisahan dan rasa malu. Namun program televisi lawakan yang menghasilkan adegan kekerasan, sangat di gemari oleh masyarakat Indonesia, seharusnya kita harus lebih teliti untuk mimilih program mana yang sangat layak untuk ditonton dan kita sebagai masyarakat Indonesia harus lebih kritis terhadap dunia pertelevisian Indonesia demi kemajuan pertelevisian di negara kita. Sedangkan pertelevisian Indonesia harus kembali jalur aman untuk memberikan informasi yang fakta dan hiburan yang sehat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar